PENYAKIT KEJIWAAN DENGAN AGAMA DAN KEPERCAYAAN
Penyakit kejiwaan adalah
penyakit yang menurut saya ada akibat dari dalam diri manusia itu sendiri.
Tingkat depresi yang berkepanjangan merupakan salah satu pemicu penyakit
kejiwaan yang mengendap pada diri seseorang.
Dalam Undang-undang no 23
tahun 1992 dijelaskan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa dan
social yang memungkinkan setiap orang dapat hidup produktif secara social dan
ekonomi. Kesehatan fisik terwujud apabila seseorang tidak merasa sakit dan
secara klinis benar benar tidak sakit, semua organ tubuh normal dan berfungsi
normal atau tidak ada gangguan fungsi tubuh. Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3
hal yakni pikiran, emosional dan spiritual. Pikiran yang sehat terlihat dari
cara pikir seseorang yang logis, emosional yang sehat tercermin dari kemampuan
seseorang untuk mengekspresikan emosionalnya missal, takut sedih atau gembira,
spiritual yang baik terlihat dari praktek keagamaan seseorang, yakni kita bisa
melaksanakan apa yang diajarkan dan menjauhi berbagai larangan.
Kesehatan social terwujud
apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain secara baik, atau mampu
berinteraksi seseorang atau kelompok lain tanpa melihat SARA, atau bisa
terlihat dari sikap saling toleransi dan menghargai. Dengan kondisi sehat
badan, jiwa dan social akan menumbuhkan terhadap sehat secara ekonomi, yakni
terlihat dari produktivitas seseorang, dalam arti mempunyai kegiatan yang
menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong hidupnya atau keluarganya secara
financial. Dengan demikian tingkat kesehatan masyarakat
berpengaruh terhadap tingkat produktivitas suatu bangsa.
Menteri
Kesehatan Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K) pada Puncak Peringatan Hari
Kesehatan Jiwa Sedunia (HKJS) Tahun 2008 di halaman kantor Walikota Bogor,
20-10-2008.. Hadir dalam acara ini para Pejabat di lingkungan Depkes, Depdagri,
Depsos, Depdiknas, Depag, Perwakilan WHO Indonesia, dan LSM. menegaskan bahwa
masalah kesehatan jiwa sangat mempengaruhi produktifitas dan kualitas kesehatan
perorangan maupun masyarakat yang tidak mungkin ditanggulangi oleh sektor
kesehatan saja. Mutu SDM tidak dapat diperbaiki hanya dengan pemberian gizi
seimbang namun juga perlu memperhatikan 3 aspek dasar yaitu fisik/jasmani
(organo biologis), mental-emosional/jiwa (psikoedukatif), dan
sosial-budaya/lingkungan (sosiokultural).
Dalam
kesempatan tersebut, Menkes menyampaikan 5 pesan mengenai kesehatan jiwa
Indonesia, yaitu :
1. Kesehatan jiwa adalah bagian integral dari kesehatan; tidak ada kesehatan tanpa kesehatan jiwa.
2. Status kesehatan jiwa individu sangat menentukan kualitas hidup, karena status kesehatan jiwa yang buruk akan menurunkan indeks pembangunan manusia Indonesia.
3. Kesehatan jiwa harus terintegrasi ke dalam semua aspek kesehatan, kebijakan publik, perencanaan sistem kesehatan serta pelayanan kesehatan dasar dan rujukan.
4. Penanggulangan masalah kesehatan jiwa merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyrakat, sektor swasta, lembaga swadaya masyarakat serta penderita dan keluarganya.
5. Setiap warga negara harus memelihara kesehatan jiwa dan raganya agar dapat hidup dan berkontribusi dalam pembangunan bangsa dan negara.
1. Kesehatan jiwa adalah bagian integral dari kesehatan; tidak ada kesehatan tanpa kesehatan jiwa.
2. Status kesehatan jiwa individu sangat menentukan kualitas hidup, karena status kesehatan jiwa yang buruk akan menurunkan indeks pembangunan manusia Indonesia.
3. Kesehatan jiwa harus terintegrasi ke dalam semua aspek kesehatan, kebijakan publik, perencanaan sistem kesehatan serta pelayanan kesehatan dasar dan rujukan.
4. Penanggulangan masalah kesehatan jiwa merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyrakat, sektor swasta, lembaga swadaya masyarakat serta penderita dan keluarganya.
5. Setiap warga negara harus memelihara kesehatan jiwa dan raganya agar dapat hidup dan berkontribusi dalam pembangunan bangsa dan negara.
Atas dasar definisi
Kesehatan tersebut di atas, maka manusia selalu dilihat sebagai satu kesatuan
yang utuh (holistik). Dari unsur "badan" (organobiologik),
"jiwa" (psiko-edukatif) dan “sosial” (sosio-kultural), yang tidak
dititik beratkan pada “penyakit” tetapi pada kualitas hidup yang terdiri dan
"kesejahteraan" dan “produktivitas sosial ekonomi”.
Dan definisi tersebut juga tersirat bahwa "Kesehatan Jiwa" merupakan bagian yang tidak terpisahkan (integral) dari "Kesehatan" dan unsur utama dalam menunjang terwujudnya kualitas hidup manusia yang utuh.
Dan definisi tersebut juga tersirat bahwa "Kesehatan Jiwa" merupakan bagian yang tidak terpisahkan (integral) dari "Kesehatan" dan unsur utama dalam menunjang terwujudnya kualitas hidup manusia yang utuh.
Jiwa seseorang hanya bisa di obati
dengan sebuah terapi rohaniah dimana di berikannya suatu pembinaan spiritual
yang banyak di dapati oleh penderita kejiwaan. Pembinaan spiritual yang di
berikan memungkinkan bahwa penderita mempunyai harapan yang kuat dan tidak
mudah putus asa. Sifat putus asa bisa di
sebabkan karena kurang percayanya seorang manusia bahwa semua yang ada di dunia
sudah di atur oleh yang mahakuasa. Agama merupakan jalan satu-satuya untuk
meyembuhan berbagai bentuk penyakit kejiwaan. Miskinnya pendidikan tentang
agama adalah juga peyebab yang paling dominan untuk penyakit yang kejiwaan
umumnya. Ini menyebabkan banyaknya seseorang penderita kejiwaan yang berakhir
bunuh diri akhir-akhir ini.
Post a Comment