KARYA SASTRA CHAIRIL ANWAR
Sebuah Puisi karya Chairil Anwar
SENJA DI
PELABUHAN KECIL
Buat Sri Ajati
Ini
kali tidak ada yang mencari cinta
di
antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang
serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus
diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis
memepercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung
muram, desir hari lari berenang
menemu
bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan
kini tanah dan air hilang ombak
Tiada
lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir
semenanjung, masih pengap harap
sekali
tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari
pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
Dari:
Deru Campur Debu (1949)
Dalam puisi ”Senja di
Pelabuhan Kecil” diatas, terasa bahwa penyair sedang dicengkeram
perasaan sedih yang teramat dalam. Tetapi seperti pada puisi-puisi
Chairil Anwar yang lain, kesedihan yang diungkapkan tidak memberikan
kesan cengeng atau sentimental. Dalam kesedihan yang amat dalam,
penyair ini tetap tegar. Demikian pula pada puisinya diatas. Di
dalamnya tak satu pun kata ”sedih” diucapkannya, tetapi ia
mampu berucap tentang kesedihan yang dirasakannya. Pembaca dibawanya
untuk turut erta melihat tepi laut dengan gudang-gudang dan
rumah-rumah yang telah tua. Kapal dan perahu yang tertambat disana.
Hari menjelang malam disertai gerimis. Kelepak burung elang terdengar
jauh. Gambaran tentang pantai ini sudah bercerita tentang suatu yang
muram, di sana seseorang berjalan seorang diri tanpa harapan, tanpa
cinta, berjalan menyusur semenanjung.
Satu ciri khas
puisi-puisi Chairil Anwar adalah kekuatan yang ada pada pilihan
kata-katanya. Seperti juga pada puisi diatas, setiap kata mampu
menimbulkan imajinasi yang kuat, dan membangkitkan kesan yang
berbeda-beda bagi penikmatnya. Pada puisi diatas sang penyair
berhasil menghidupkan suasana, dengan gambaran yang hidup, ini
disebabkan bahasa yang dipakainya mengandung suatu kekuatan, tenaga,
sehingga memancarakan rasa haru yang dalam. Inilah kehebatan Chairil
Anwar, dengan kata-kata yang biasa mampu menghidupkan imajinasi kita.
Judul puisi tersebut, telah membawa kita pada suatu situasi yang
khusus. Kata senja berkonotasi pada suasana yang remang pada
pergantian petang dan malam, tanpa hiruk pikuk orang bekerja.
Pada bagian lain, gerimis
mempercepat kelam, kata kelam sengaja dipilihnya, karena
terasa lebih indah dan dalam daripada kata gelap walaupun sama
artinya. Setelah kalimat itu ditulisnya, ada juga kelepak elang
menyinggung muram, yang berbicara tentang kemuraman sang penyair
saat itu. Untuk mengungkapkan bahwa hari-hari telah berlalu dan
berganti dengan maas mendatang, diucapkan dengan kata-kata penuh
daya: desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan.
Penggambaran malam yang semakin gelap dan air laut yang tenang,
disajikan dengan kata-kata yang sarat akan makna, yakni: dan kini
tanah dan air hilang ombak. Puisi Chairil Anwar ini hebat dalam
pilihan kata, disertai ritme yang aps dan permainan bunyi yang
semakin menunjang keindahan puisi ini, yang dapat kita rasakan pada
bunyi-bunyi akhir yang ada pada tiap larik.
terims kasih atas sarannya.hehe
BalasHapus