12 Hal Tentang Hujan yang Musti Kita Ketahui
Hujan merupakan kejadian alam yang sering kita temui di Indonesia yang
beriklim tropis. Seringkali hujan yang datang merupakan hujan yang
ditunggu-tunggu, terutama oleh para petani, yang berbulan-bulan sebelumnya
merasa kesulitan air dan mengalami kekeringan. Namun, tidak jarang hujan
disambut dengan penuh antisipasi akan datangnya banjir, macet atau bencana alam
lain di wilayah-wilayah tertentu.
Dari hal di atas, kita mungkin berpikir bahwa hujan bisa menjadi berkah
dan bisa juga menjadi bencana, tergantung apa yang dibawanya. Seakan-akan hujan
hanyalah fenomena alam biasa yang memiliki sisi positif dan negatif untuk
manusia. Padahal, dalam Islam hujan memiliki makna dan arti yang sangat
spesial. Oleh karena itu, simak terus pembahasan di bawah mengenai 15 makna
hujan dalam Islam.
1. Hujan adalah berkah
Di dalam al Quran terdapat ungkapan
bahwa hujan adalah berkah, yaitu ayat yang berbunyi, “Dan Kami turunkan
dari langit air yang penuh keberkahan lalu Kami tumbuhkan dengan air itu
pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam.” (QS: Qaaf (50) : 9).
Dari ayat-ayat di atas, kita mengetahui bahwa Allah menurunkan hujan
sebagai rahmatnya sesuai dengan kebutuhan seluruh makhluk-Nya.
2. Allah memenuhi kebutuhan semua makhluk-Nya
Dengan adanya hujan, tumbuh-tumbuhan
akan kembali subur, hewan-hewan bisa mendapat minum yang cukup, dan manusia
juga bisa memenuhi kebutuhan dan melakukan aktivitasnya tanpa terganggu. Maka,
hujan merupakan cara Allah memenuhi kebutuhan makhluk-Nya untuk melanjutkan
hidupnya. (Baca juga: Dzikir Pembuka Rezeki)
Dalam surat al Anbiya’ ayat 30, Allah berfirman, “Dan dari
air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada
juga beriman?”
Menurut Al Baghowi, tafsir ayat di atas “Kami menghidupkan segala
sesuatu menjadi hidup dengan air yang turun dari langit yaitu menghidupkan
hewan, tanaman dan pepohonan. Air hujan inilah sebab hidupnya segala sesuatu”.
3. Rahmat Allah selalu cukup dan sesuai menurut
perhitungan-Nya
Hujan merupakan bentuk dari
keseimbangan alam yang diciptakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Tanpa ada
hujan, kuantitas air di bumi tidak akan mencukupi untuk mendukung kehidupan di
dalamnya. Tidak hanya kehidupan manusia, melainkan juga kehidupan tumbuhan dan
hewan.
Dalam surat Az Zukhruf ayat 11, Allah berfirman, “Dan yang
menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu kami hidupkan
dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari
dalam kubur)”.
4. Dunia diciptakan dengan penuh keseimbangan
Berkaitan dengan poin sebelumnya, dimana Allah Menurunkan hujan sesuai
kadar perhitungan-Nya, maka kita bisa mengambil hikmah bahwa dunia dan seisinya
diciptakan dengan seimbang. Tidak ada kelebihan atau kekurangan yang diberikan
oleh Allah. Jika memang ketika hujan terjadi banjir atau bencana alam, bisa
dipastikan bahwa itu adalah hasil dari kerusakan yang dilakukan oleh manusia
itu sendiri.
5. Menunjukkan kebesaran Allah
Jika ilmuwan masa kini sudah
mengetahui proses terjadinya hujan berkat kemajuan teknologi yang dimiliki,
Allah sudah menunjukkan kebesaran ilmu-Nya dengan menjelaskan proses hujan
dalam al Quran. Di surat An Nur ayat 43, “Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak
awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)-nya, kemudian menjadikannya
bertindih-tindih. Maka, kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya
dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari
(gumpalan-gumpalan awan, seperti) gunung-gunung. Maka, ditimpakan-Nya
(butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya
dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir
menghilangkan penglihatan.”
6. Memberi kabar gembira
Selain merupakan berkah, turunnya
hujan juga memiliki makna datangnya kabar gembira bagi manusia. Setelah cukup
lama manusia mengalami kekeringan, gagal panen karena kurangnya air dan banyak
musibah lain akibat tidak turunnya hujan, Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan
hujan yang membawa kegembiraan untuk manusia. hal ini tercermina dalam surat
Asy Syuura ayat 28 yang berbunyi, “Dan Dialah Yang menurunkan hujan
sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah
Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji.”
7. Sebagai pengingat bagi manusia
Dalam hadis dikatakan, bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
begitu khawatir pada saat muncul mendung, jangan-jangan akan datang adzab dan
kemurkaan Allah. Dari hadis tersebut, kita bisa mengambil hikmah bahwa hujan
bisa bermakna bahwa kita harus selalu takut dan memohon perlindungan Allah dari
murka-Nya.
8. Memunculkan rasa syukur di hati manusia
Di poin sebelumnya dikatakan bahwa hujan merupakan berkah dari Allah.
Maka, pada saat hujan artinya kita diingatkan untuk selalu bersyukur pada
Allah. Bahwa dengan turunnya hujan tersebut Allah masih menjaga kehidupan kita
dan memberi rahmat-Nya pada kita.
9. Sebagai penyuci dalam thaharah
Turunnya hujan berarti turunnya air
yang suci untuk manusia. Dalam surat al Anfal ayat 11 disebutkan, “Dan
Dia menurunkan kepada kalian hujan dari langit untuk mensucikan kalian dengan
hujan itu”. Dengan demikian, air hujan bisa menjadi penyuci diri kita
dari kotoran dan najis yang ada.
10. Memberi kesempatan manusia untuk berdoa
Ibnu Qudamah dalam Al Mughni
menganjurkan kita untuk berdoa saat hujan turun. Hal ini didasarkan pada
riwayat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bersabda, “Carilah
do’a yang mustajab pada tiga keadaan : (1) Bertemunya dua pasukan, (2)
Menjelang shalat dilaksanakan, dan (3) Saat hujan turun.
11. Penunjuk kewajiban shalat berjamaah
Selama ini kita mungkin berpikir
bahwa shalat berjamaah bukanlah merupakan kewajiban. Dari Ibnul Qayyim
rahimahullah, “Tentang wajibnya shalat jama’ah, dapat berdalil dengan
adanya jama’ antara dua shalat yang disyariatkan ketika terjadi hujan agar
dapat dilakukan secara berjama’ah. Padahal salah satu di antara shalat tersebut
telah berada di luar waktunya, sedangkan (melakukan masing-masing shalat pada)
waktu (yang telah ditetapkan) adalah wajib”.
Dari poin di atas, dalam Badai’ al
Fawaid, hal. 1098 tahqiq al Imran, al Jam’ Baina Shalatain, karya Syaikh
Masyhur Hasan Salman, hal. 167 disebutkan, “Sekiranya berjama’ah itu tidak
wajib, maka waktu yang wajib (untuk dilakukan shalat di dalamnya) ini tidak
ditinggalkan untuk melakukan jama’ ini”.
12. Perumpamaan umat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Perumpamaan umatku adalah seperti hujan, tidak diketahui
apakah yang pertama yang lebih baik ataukah yang akhirnya”. Menurut al
Baidhawi, “Yang dimaksud adalah mengingkari perbedaan, karena setiap
tingkatan di antara mereka memiliki keistimewaan yang pasti mengandung sisi
kelebihbaikannya, sebagaimana setiap naubah dari naubnya hujan, memiliki faedah
dalam menumbuhkan, tidak mungkin dapat diingkari dan dihukumi tidak
bermanfaatnya. Hal itu karena generasi pertama-tama telah beriman dengan apa
yang mereka saksikan yang berupa mu’jizat, menerima dakwah Rasul dan beriman.
Sedangkan orang-orang yang akhir, mereka beriman kepada perkara ghaib, karena
telah sampai kepada mereka secara mutawatir, yaitu ayat-ayat, mereka mengikuti
generasi yang sebelumnya dengan baik…”. (Faidh al-Qadir, jilid 5, hlm.
517)
Wallahu a’lam bishawab.
Post a Comment